Cherreads

Chapter 19 - Perasaan apa ini?

Hella tak bisa melakukan apapun karena Hella saja tidak melihat pergerakannya, akibatnya Hella terpental jauh sampai ke dinding rumah mereka sebelumnya. Dinding itu hampir rubuh karenanya.

"Pencuri brisik amat."

Hella bangkit dari dinding membalas ocehan Mas-mas Jawa.

"Yang curi siapa pencuri?"

Mas-mas Jawa menyimpan Kue temu kunci itu kedalam kantong celananya.

Mitha kebingungan dengan apa yang terjadi, dia ketakutan dan berlari mencari tempat persembunyian.

"Adohhh, dia siapa lagiiii!!!! Padahal tinggal pulang susah banget, ada aja masalah."

Terjadi jual beli pukulan dan tendangan keras diantara kedua pihak.

Berbagai macam pukulan dan tendangan yang dilepaskan. Namun dari teknik dia yang diperlihatkan kepada Hella, dia seperti pernah mengikuti bela diri.

Bahkan dia terlihat lebih menghindari serangan dan menangkap tangan juga kaki Hella dibanding menahannya.

Saat di momen Hella melancarkan tendangan depan namun Dia atau lebih mudahnya dipanggil Mas Jawa. Mas Jawa lebih memilih menangkap kaki Hella kemudian menariknya membentuk U dari arah kanan ke kiri bersamaan dengan mengambil langkah mundur, akibatnya Hella kehilangan keseimbangan yang membuatnya lebih fokus untuk mengembalikan keseimbangan diri dan mengabaikan Dia, Dilanjut Mas Jawa dari SN FAMILY memberinya sikuan tajam kearah mukanya Hella.

Tepat di pipi Hella, Hella terjatuh. Dia menindih tubuh Hella dan menghajarnya dengan tangan bergantian tanpa henti dan juga itu cepat.

Hella terus menerus menerima serangan demi serangan.

Namun dia terhentikan oleh tangan kegelapan yang diciptakan Hella untuk menghambatnya.

"Wajahmu ga asing."

"Emang, ini yang kedua kalinya kita kelahi."

Tangan kegelapan berusaha keras menarik tangan Mas Jawa kebelakang, dengan kesempatan ini Hella meludahinya lalu mendaratkan pukulan pada mukanya.

Keadaan menjadi terbalik, dia terjatuh. memberontak terhadap tangan bayangan lalu dia ingin berdiri tapi tiba-tiba lehernya ada Bilah pedang Hella dengan aura gelap.

Dia sadar, Bahwa pernah melihat pedang itu suatu tempat.

"Lu...."

"Lu udah tau? Ya, itu gua yang nyuri punya lu waktu itu. Kenalin nih, Hella C'el Fall. Sang Peng-Ghosting Handal."

"Jadi lu...—"

Muncul Keris ditangannya, Dia menebas namun Hella berhasil menghindarinya dengan meloncat kebelakang mencari jarak.

"Santai bro, santai!"

Mereka berdua berkelahi menjauhi rumah kos Hella dan Mitha.

Mas Jawa menyerang Hella dengan menggunakan Kerisnya. Hella menghindar namun tidak semuanya berhasil terhindar karena serangannya lebih cepat dari reaksi Hella yang menjadikan Hella kesulitan untuk menghadapi semua serangannya.

Dalam pikiran Hella berkata.

"Dia lebih cepat daripada Celis jir ah."

Posisi yang kalah ini lumayan lama karena Hella tidak akan mudah untuk mendapatkan celah serang balik karena fleksibilitas Mas Jawa melebihi Hella, terlebih lagi, dia semakin lama semakin paham kemana Hella bergerak seperti melihat ke masa depan.

Hella terus menerus menerima serangan demi serangan, sedikit demi sedikit goresan muncul melukai badan dan mukanya.

"Alah, kalau gini terus mah kalah aku."

Dia mengayunkan tangannya lebih kebelakang dari semua serangannya tadi, dengan penuh rasa kesal dan amarah namun Mas Jawa malah membuat kesalahan besar.

Meski terdengar sepele namun momentum yang dihasilkan akan menjadi lebih lambat.

Ini peluang pertama Hella untuk mengatasi, Hella mendaratkan pukulan kanan yang dilapisi Kegelapan mengarah ke muka Dia. Bersamaan Mas Jawa juga ingin menusuk mata Hella.

Disaat-saat kedua serangan saling meluncurkan Hella sedikit memiringkan tubuhnya ke empat puluh derajat. Hella lebih mengeraskan lagi tenaga dan menguatkan pukulannya.

Tapi ketika serangan mereka hampir mengenai satu sama lain, Mas Jawa tidak menyadari kalau Hella memiringkan badannya sehingga serangan dari Mas Jawa meleset.

Pukulan Hella mengenai hidung Mas Jawa. Pukulan dahsyat yang dihasilkan menciptakan suara ledakan seperti bola basket yang meledak di ruang latihan.

Dahsyatnya pukulan Hella, terciptanya gelombang angin yang berhembus kencang dan bahkan banyak dari pohon sekitar jadi roboh karena tidak mampu bertahan dari angin dahsyat itu.

Mas Jawa terpental jauh, berulang kali mendarat ke tanah lalu melayang lagi ke udara saking kencangnya.

Hingga dia pun terhenti karena ketabrak gunung kecil.

Mas Jawa muntah darah, Dia bangkit dari sana lalu melarikan diri dari Hella.

"Arghh.. Ga nyangka dia sekuat itu."

Tak lama kemudian Hella tiba ke tempat Mas Jawa, Hella tidak menemukannya dan kemungkinan dia terlambat hingga Mas Jawa sempat untuk kabur.

"Yah, kabur. Ah, gara-gara aku keseringan bagi kekuatanku. Jadinya udah gabisa kayak dulu lagi."

Hella membelah dimensi lalu, kembali ke tempat awal dirumah kosan tadi.

"Anak itu kemana lagi, astagaaaa. Ohiya, palingan kesana."

Sore, sekitar jam 16.12 WITA.

Celis tidur di kamarnya, dia terbangun. Shintia membuka pintu menjenguk dirinya.

"Baru bangun?"

"Iya."

Shintia coba menghampiri Celis.

"Celis, aku mau ngomong."

"Mending kita ngobrolnya didepan."

"Kamu bisa berdiri?"

"Aku bosan dikamar mulu, udah dua tahun cuma dikamar doang."

Mereka duduk di ruang tamu, bersampingan di sofa panjang.

"Kamu mau tanya apa?"

"Anu, aku baru aja kepikiran.—"

Dia mengungkapkan dengan rasa malu.

"—Aku bukan siapa-siapamu, tapi aku bisa nginap dirumahmu."

Celis menyilangkan kakinya dengan satu tangannya ditaruh atas sofa.

"Jadi?"

"Maka dari itu, Aku ga mikir-mikir kalau aku tidur sembarang ditempat orang yang aku ga kenal dan kamu juga ga kenal aku. Sebenarnya aku cuma mau nginap sehari aj—"

Belum habis ngomong Shintia dipotong dengan Celis.

"Jadi masalahnya apa?"

"Heh?!"

"Kalau kamu merasa gitu, emang kalau pulang dari sini kamu mau kemana?"

Perasaan Shintia sedikit terluka mendengarnya.

"...."

"Dea itu keluargamu?"

Nada rendah rasa hati yang sakit Shintia bilang.

"Bukan.... Aku gapaham. Aku ga terlalu mengerti tentang keluargaku sendiri. Aku aja gatau siapa kedua orangtuaku. Yang aku ingat, diumur lima tahun aku dipanti asuhan. kedua orangtua Dea dan Dea juga ada disana yang berusia empat tahun, mereka menjemputku, memilihku dan menjadikanku sebagai kakaknya sekaligus yang menjaganya karena kedua orang tuanya bekerja jadi gapunya waktu dan gada siapa-siapa untuk menjaganya. Jadi kami hanya berdua dirumahnya yang besar dan mewah itu layaknya istana. Dan sampai waktu itu, Dea marah padaku dan itu pertama kalinya dia seperti itu. Aku melarangnya karena memang itu bukan layaknya seorang wanita cantik seperti dia, dia mulai berubah tahun lalu."

"Pastinya itu berat buat kamu. Makanya, aku yang akan menerimamu disini. Karena kamu gapunya siapapun dan bahkan kamu gapunya tempat untuk pulang."

Hati Shintia tersentuh mendengarnya.

"Serius Cel, gapapa?"

"Mana tau."

Shintia merasa sedikit senang karena ada seseorang yang bisa menerimanya.

"Celis, kamu lahir bulan berapa?"

"Hm? Bulan juni tanggal tujuh."

"Wow, kok bisa gitu. Bagus banget pas, bulan tujuh tanggal tujuh."

"Kamu?"

"Aku bulan tiga. Jadi tuaan aku dibanding kamu."

"Beda empat bulan doang."

Shintia menggelengkan kepala bersamaan dengan jari telunjuknya digoyangkan kiri ke kanan.

"Hm,hm,hm! Sekarang, aku Kakakmu. Nurut sama Kakak dek-dek."

Celis menghela nafas.

"Huhh....iya Kakak Shintia."

Shintia ketawa kesenangan mendengarnya.

"Hahahaha!!!"

Celis melihat Shintia yang terlihat sangat senang bahkan dia ketawa bukan karena lucu melainkan rasa kegembiraan yang dia temui. Celis agak merasa sedikit sakit perasaannya melihat Shintia bahagia dengannya.

Dalam hatinya berkata.

"Dia senang tapi aku merasa risih dengan hal itu. —Ah benar, ini menyakitkan tapi harus ku jalani."

Celis terlihat melamun lalu dipanggil Shintia.

"Celis. Kenapa melamun?"

"Gaa kok, gapapa. Aku cuma sedikit kepikiran sesuatu."

"Apa?"

"Kepo amat."

"Kasih tau lahhh~~~"

"Nanti."

"Oh gitu, jadi ga aku masakin kamu ayam suwir nanti. Makan aja noh nanti sama gangan bening."

Celis diancam menggaruk kepala sambil menghela nafas.

"Hahhh....Kamu emang cerewet banget. Jangan marah ya tapi."

"Iya."

"Jangan marah ya."

"Iya."

"Beneran?"

"Iya."

"Betulan?"

"Iya."

"Sungguh?"

"Iya."

"Bujuran?"

"Apasi, cepet ah."

Hari mulai gelap, dan diperkirakan sudah jam 17.52 WITA. Celis bangkit dari duduknya dan meninggalkan Shintia disana.

"Nanti aja, mau mandi dulu."

Shintia melempar bantal dari Sofa.

Disisi lain, Mitha dan Hella makan bersama dikamar. Mitha tampak malu-malu dengan Hella.

Dalam hatinya berkata.

"Aduh, bikin malu."

2 jam sebelumnya, Mitha berlari bahkan dia lurus melewati rumah kakeknya tembus ke suatu perdesaan lain.

Disana seperti desa terpencil dan jalannya juga belum di semen, masih tanah kosong. Rumah-rumah juga disana tertutup rapat semua seperti desa mati. Sepi tiada orang satupun disana.

Mitha mulai kecapekan karena sudah lama berlari bahkan jarak dari kost-an ke rumah kakek Johan itu lumayan jauh.

Hingga setelah sekian lamanya berlari dia menabrak seseorang.

"Duh..."

Mitha mundur perlahan, Mitha mencium bau ketek yang menyengat. Lelaki bertubuh tinggi, berotot, berkulit sawo matang dan dia berkaca mata. Namun yang bikin mencolok adalah mukanya jelek dan daki di lehernya sehitam batu bara. Berpakaian yang sudah tak layak digunakan atau sudah sobek-sobek.

"Ha?"

Dia berbalik badan, bau badan dan keteknya semakin menyengat, Mitha bahkan ingin muntah ditempat. Mitha tidak sengaja bilang.

"Bauuk."

Dia tersinggung lalu mendekati Mitha, semakin maju dia dan Mitha semakin mundur. Namun gaya jalannya tidak seperti manusia biasa, dia berjalan sedikit pincang.

"Apa maksud lu bau?"

Mitha menjawab dengan ketakutan.

"Ga, ga, ga. Bau banget ini ada sampah dekat sin—."

Mitha tersandung batu, terjatuh. Mitha semakin ketakutan dan panik karena dia semakin mendekat.

"Lapar...lapar...laparrrr...."

Kuku-kuku jari tangan nya tajam ingin menyentuh Mitha. Namun Hella datang tepat waktu sebelum itu terjadi, Hella muncul tepat di samping mereka.

Pukulan dahsyat dari Hella mendarat di kepala Lelaki itu, pukulan kali ini tak sehebat melawan Mas Jawa namun setidaknya Lelaki terpental jauh ke rumah disana, rumah itu hancur karena menahan badannya. Dia berdiri dari reruntuhan kayu.

"Siapa lu, HAHHH?!!!"

Hella muncul di depannya, menusuk jantungnya dengan pedang kegelapan, darahnya mulai mengalir.

"Arghhh!!!"

Tangannya Lelaki itu ingin memegang pedang Hella, Hella menyadari bahwa jarinya mempunyai kuku panjang dan tajam. Hella tanpa pikir panjang menarik kembali pedang lalu menebasnya dari bahu ke pinggang bawahnya.

"Mati sana, Setan."

Lelaki itu berteriak kemudian lenyap menjadi debu. Hella tidak menyangka.

"Rupanya masih ada makhluk gituan, kirain udah gada lagi."

Hella muncul depan Mitha dan mengulurkan tangan.

"Ayo."

Mitha sudah merasa lega Hella bisa menyelamatkannya lalu menggapai tangan Hella dan berdiri, namun kakinya terasa sakit di pergelangan kakinya terkilir atau keseleo karena jatuh tadi.

"Aduh, keknya kaki aku terkilir."

 Hella mendengarnya, merangkul kakinya dari bawah lalu mengangkatnya. Mitha digendong seperti bayi.

"Jangan jauh-jauh, aku susah nyari kamu."

Mitha tersipu malu karena mendengar kalimat kata tersebut ditambah digendong seperti ini, mukanya memerah bahkan berasap.

Hella yang tak mengerti dengan perasaannya menanyakan.

"Kamu demam ya? kita cari makan dulu terus pulang ya."

Mitha mengangguk kepalanya dengan perasaan yang melayang-layang.

Kembali dengan keadaan sekarang, Mereka berdua selasai makan dan Hella membereskan semuanya. Setelahnya Hella ingin membahas tentang Mas Jawa itu.

"Kamu punya rencana ga Mitha?"

"Rencana?"

"Iya untuk dapatin kembali kue dari kakekmu itu. Semakin kita cepat dapatin, semakin cepat juga kita bisa pulang."

"Hmm...Gada sih. Tapi kaki aku masih sakit, gapapa aku ikut kamu ngambil juga?"

Hella kelupaan dengan kaki Mitha karena terkilir tadi.

"Iya ya. Tapi aku ga mungkin juga buat ninggalin kamu."

Mitha tersipu malu lagi.

"I-iya..."

Hella mengeluh dengannya.

"Kamu emang gini ya, kepala tomat."

Mitha terdiam seperti batu mendengarnya.

"Tomat. . . . ."

Hella tertawa dengan ekspresi wajah Mitha yang lucu.

"Hahahahaa!! Moodnya cepet banget berubah. Hahahaaa!!!"

Mitha kesal dengan Hella karena menertawakannya, menepuk kasar bahu Hella.

"Aw...Hahaha!!"

Hella berhenti tertawa lalu berdiri.

"Kamu, aku antar pulang mau? Supaya kamu aman gada yang datangin kamu ke sini."

"Gamau pulanggg~"

"Aku gabisa jagain kamu karena kamu juga sakit, kamu jangan maksa diri."

"Tapikan aku gamau pulang."

"Kalau gitu, kerumah aku aja mau? Jagain adek aku disana sekalian. Maukah?"

"Kamu punya adek?"

"Iya, mereka masih kecil. Kamu ga aman disini takut diculik sama SN FAMILY, ditambah lagi kalau kamu ikut aku, kamu malah tambah sakit nanti kakinya."

Tanpa pikir panjang Mitha bilang.

"Iya aku kerumahmu aja, lagian kamu udah bantu aku tadi. Jadi, a-anu.. M-makasih..."

Hella tersenyum tulus kepada Mitha.

"Iya, aku juga makasih."

Portal muncul di dalam rumah tepat dibelakang pintu. Hella dan Mitha muncul dari sana, dengan membawa barang-barang yang dibawa.

Hella berteriak.

"Kiana! Kania! Cia! Kakak pulang!"

Suara kaki mereka mulai terdengar jelas, seperti biasanya mereka datang berlari ke Hella. Hella jongkok sambil membuka tangannya, mereka datang ke Hella dan langsung memeluk Hella. Cia yang tertinggal, ikut-ikutan memeluk Hella dari belakang.

Kiana bilang ke Hella.

"Papa habis darimana?"

Mitha mendengarnya Syok karena tidak menyangka dia dipanggil papa.

"PAPA?!!!"

Hella menjawab.

"Habis nyari obat buat teman. dibiasakan panggil aku, Kakak."

Kania bilang ke Hella sambil menatap wajah Mitha.

"Papa! Cewe cantik ini siapa?"

Hella menjawab.

"Ohiya aku lupa, dia temen ka—"

Belum selesai bicara Cia bilang dengan nada tinggi.

"Mama!!!"

Cia turun dari punggung Hella dan Hella berdiri mengendong mereka berdua kiri dan kanan.

Semakin Syok Mitha dipanggil.

"MAMA?!!!"

Cia membuka kedua tangannya ke Mitha dan itu kode untuknya, Cia juga mau digendong oleh Mitha. Mitha mengendong Cia, dia terasa begitu ringan.

Hella tertawa.

"Prftt!!! Mama? Hahahaha!!!"

"Aaaa... apaan siii!!"

Mereka semua sedikit bermain bersama. Memanjakan mereka bertiga, mereka terlihat bahagia bahkan yang lebih bahagia disini adalah Hella. Mata Hella meneteskan air mata.

Dalam lubuk hatinya berkata.

"Andai setiap harinya seperti ini...Kenapa harus ada namanya Slander Disaster. Yahh...kalau gada itu juga gabakal ada momen seperti ini."

Slander Disaster adalah nama peristiwa kehancurannya kesatuan Republik Indonesia yang diakibatkan seseorang yang menyebar ilmu sihir.

Jam 19.21 WITA. Mitha dan Hella menyuapi makan mereka bertiga.

Hella memanggil Mitha.

"Mitha, bisakah kamu ngurus mereka dulu? Aku mau pergi ngambil balik Kue Temu Kunci."

"Iya bisa kok. Tapi emang kamu tau tempatnya dimana?"

Hella berdiri mengelus kepala adeknya satu persatu.

"Kalau gatau, gabakal aku kesana sekarang."

Hella memotong ruang dengan pisau kecil dan tercipta portal didepan pintu.

"Kakak jalan bentar ya? besok kakak pulang."

Mereka mengangguk dan melambaikan tangan mereka.

Hella membalas lambaian tangan mereka lalu masuk kedalam portal dan portal itu langsung tertutup.

Samarinda, di atas atap Big mall terkenal disana.

Mas Jawa yang duduk santai disana melihat pemandangan tinggi disana, merasakan ada seseorang dibelakang, dia berdiri berbalik badan. Tidak menyangka Hella berdiri disana.

"Masih nyari kue tadi ya?"

"Turun sini cepat jawa."

"Jawa-jawa aja lu, nama gua Fadil. Fadil Tri, The Speedy dari Skena Family."

More Chapters